Skip to main content

CERPEN LINE “GOMAWO NAL MANNASEO”



            Aku masih meraih harapan padanya saat lulusan ini. Mungkin setelah itu, aku dan dia yang kutunggu akan musnah begitu saja. Meninggalkan dan mendapatkan penggantiku yang mungkin cukup untuk menandingi kecantikan aku ini. “ah, kenapa pesan LINE darinya belum terdengar. Bagaimana jika dia??” aku membayangkan sesuatu.
            Apaka dia, meninggalkanku begitu saja dengan keadaan seperti ini. Penuh harapan dan pada akhirnya dia terus berlari jauh di depan, dan tanpa satu patah pun. “tunggu,, joy.. tunggu, aku cinta padamu. Aku cinta padamu, tunggu..” nafasku teengah-engah sedikit berlari menujunya yang kian tak terlihat dari balik garis jalan raya itu. “tidak, tidak…” terbangun dari lamunan.
 Ataukah dia telah memiliki seorang kekasih lain yang dijadikannya pasangan simpanan. “sayang, benar. Aku hanya cinta padamu, aku belum pernah memiliki kekasih. Dan hanya kaulah kekasih hidupku. Aku akan menikahimu setelah kuliah nanti okeh…” kata joy pada wanita di sampingnya, yang terlihat kegenitan padanya. “apah?? Benarkah dia?? Benarkah dugaanku???”
Atau, handphonenya itu, sedang sibuk. Sehingga suara dering LINE-nya itu tak terdengar sekalipun. Hingga dia asyik bercanda riang dengan teman-temannya itu. Karena mereka akan berpisah. “baiklah, kita akan terus berteman” katanya, “iya, itu pasti. Dan selamnya kita pasti berteman meski kita telah menandakan sekarat sekalipun” kata teman lainya.
“ahhhh!!! Kenapa dia belum membacanya sekalipun!!, benarkah dugaan ketigaku itu” aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang, menghela nafas menanti nada LLIINNE terdengar dari handphone putihnya itu. “aku harap dia baik-baik saja. Aku harap dia masih setia denganku, bukankah aku dan Joy akan sekampus bersama?? Tidak semestinya dia begitu” aku merasa semua ini sia-sia saja, tak berapa lama terdengarlah sudah nada yang dinanti itu.
“arhhgg, mengapa dari Erik?? Apa dia?? Hah? Bertemu?? Dia memintaku bertemu di taman sekolah esok. Dia ini gila atau bagaimana? Bukankah dia telah memilik seorang pacar. Ah! Jangan-jangan dia ingin berselingkuh denganku,, tidaaakkkkk” aku membalasnya dengan satu kata TIDAK.
“Soooonggg!! Cepat turun!!” teriak ibu dari bawah. “iya,, sebentar lagi bu..” jawabku, “Songgiiiiii, cepat!! Cepat!” ada apa dengannya, seperti berada dalam tikaman seorang teroris saja. “baik, aku segera turun” aku turun bergegas, disana aku melihat ibu sedang duduk dengan seorang pemuda yang bersale biru asyik berbincang dengan ibu. Terlihat ibu, tertawa dengannya.
“ada apa ibu??” setelah aku melihat, dia adalah.. kak Eza. Dia aktor, kak Eza iya benar. Dia, aku sungguh terkejut melihatnya. Mungkin jika ia melihatku seperti ini. Mataku terlihat seperti copot saja. Mulutku ternga-nga melihatnya. “kkkaaakkkkk, EEzzzAAA!! Kak Eza???” dia hanya tersenyum melihatkku seperti itu. “ada apa denganmu? Bersikaplah dengan sopan. Cepat duduk!” kata ibu lirih sembari memukul lenganku. “aw, sakit ibu.”
“bukankah kau?? Itu, Songgi. Teman dari adik sepupu saya Joy Martin??” katanya lembut kepadaku. Aku tak dapat menjawabnya, aku masih tak percaya. Tak percaya bahwa seorang artis tengah datang dan duduk serta bertanya kepadaku seperti ini. Ludahku tertelan hingga terbunyi sekalipun. “hey, kau ini” ibu memukulku lagi saat aku masih ternganga melihat paras tampan dari kak Eza. “bbeenar,” kataku. Dia hanya tersenyum terus melihatku, ah! rasanya sedap sekali melihat senyum kak Eza seperti itu kepadaku.
“apa kau belum tahu keadaan Joy saat ini??” tanyanya lagi, “maaf, memang ada apa dengan Joy saat ini?” Tanya ibu penuh keramahan. Huh, sangat berbeda sekali ibu jika di depan tamu. Lain di belakang bersamaku. Garang seperti nenek sihir. “joy, mengalami musibah dengan hidupnya sekarang ini. Dia, sedang berada di rehabilitas” jelasnya. Aku masih bingung dengan penjelasanya itu, memang mengapa dia kesana. Ada urusan yang sangat serius?
“dia, mengkonsumsi Narkoba. Sehingga dia harus di penjara terlebih dahulu selama 3 tahun dan kemudia masuk ke gedung rehabilitas” aku tak bisa berkata apa pun semenjak satu kata ‘Narkoba’. Mataku itu tak bisa berkedip sama sekali, ibuku hampir sesak nafas mendengarnya. “aapah?? Joyy??” Tanyaku. Kulihat wajah sumringah tadi itu musnah begitu saja darinya. Jadi, nada dering LINEnya yang kutunggu itu tak dapat berdering lagi selama tiga tahun. Dan, harapanku itu harus musnah begitu saja hari ini juga.
“kumohon, jagalah dia. Berikan dia itu semangat untuk menjalani hidup” cetus kak Eza tertunduk malu. Bahkan, dugaan-dugaan yang aku pikirkan tadi lebih baik dari kenyataan ini. Ini sungguh menyakitkan. Sungguh tak terbayangkan sama sekali olehku. “ibbuu, harus ke belakang. Ada beberapa urusan” kata ibu yang nampak sangat marah. “maaf, kak. Tapi, mengapa dia harus mengkonsumsinya?? Bukankah dia anak yang aktif dan pernah mendapat juara di kelasnya itu” kataku menjelaskan beberapa keunggulan dari adik sepupunya. Dan hanya dijawab dengan gelengan kepala saja.
Aku sunguh menyedihkan kali ini, “tapi, kak. Bagaimana aku harus memberikannya semangat. Sedangkan dia berada disana” kak Eza perpikir seraya mengeluarkan handphoneya itu, “catat id LINEmu disini. Aku akan menginvitemu. Kau bebas berkata apa saja” Tanpa pikir panjang. Aku langsung merebutnya dan mengetik Songgi_DE disana.
Setelah beberapa menit berlalu, kak Eza pun pulang. Diriku masih terduduk di bangku, dimana aku mendengar kehancuran. Bagaimana jika aku sudah menghilang. Bagaimana jika aku sudah tak tahan dengan tingkah lakunya. Mau dikemakan ini wajah, hingga terdengar bahwa kekasihku itu adalah pecandu Narkoba. “kau, kau ini tak dapat memilih seorang teman, kau ini” tiba-tiba ibu datang dan memukul kepalaku tak begitu saja.
“ibu, benarkah yang tadi belum cukup?” katak kesakitan akannya. “apa kau ini tak memiliki mata? Tak bisa membedakan mana yang baik dan buruk untuknya? Lihat, kau kini terjerat dalam hidup keluarga mereka secara tak terbayangkan” jelas ibu. Aku tertunduk, merasa sedih. Bukan karena Joy, melainkan diriku yang akan mengalami kejadian besar setelah ini. Beberapa detik, setelah ibu pergi terdengar dering LINE dari handphone di saku kananku. Pemberitahuan dari kak Eza, dia telah menginviteku cepat sekali. Bahkan orang sesibuk dia masih memikirkan id LINEku.
Aku tak pernah mengira bahwa dia memiliki kakak sepupu seperti kak Eza. Oh, atau aku yang tak pernah ingin tahu. Itu karena aku sendiri. Tak jarang aku sering memandang kak Eza itu hampir mirip dengan Joy. “Songgi!! Apa menurutmu kita harus pindah dari sini!!” kata ibu, perlahan duduk di dekatku. Aku terdiam, aku dulu mengejar-ngejar Joy. Dan, dengan rela dia mau menerimaku apa adanya. Tapi, bukankah itu terlalu kejam jika aku harus menghindar dari urusan Joy itu sendiri.
“bagaimana?? Kita pasti akan terhindar. Percayalah!! Atau sebaiknya kau masuklah ke kamar, lalu pikirkan” aku sungguh tak bermaksud. Tapi, aku adalah aku. mengapa aku harus lari dari amanat ini. Kak Eza, seorang artis telah mempercayaiku. Dan haruskah aku pergi begitu saja. “cepatlah, naik. Jika sudah memiliki keputusan. Panggil ibu” aku pun menuruti perintahnya. Nada LINE kembali terbunyi, tertera dari Eza, dia mengirimku stiker moon, HEBAT. Dan “kau pasti bisa, kakak percaya kepadamu” cetusnya disana.
Aku pun membalasnya, dengan sticer yang sama. “aku pun berharap demikian”. Tak beberapa lama, pintuku itu terdobrak oleh dia. “apa kau sudah gila!” dia mulai duduk di ranjang dimana aku duduk sekarang ini. “apa kau sudah mendengarnya? Joy?” katanya. “Erik, mengapa kau kemari?? Jika pacarmu tahu bagaimana?” dia mulai berpindah duduk. Tak jarang dia begitu jika kemari. Asal, seperti tak memiliki aturan saja. “dia, tidak tahu aku kemari, bagaimana??” katanya kembali.
“aku sudah tahu, baru saja orang yang memberitahukanku itu pulang. Sekitar empat puluh menitan” dia terlihat mulai tenang. Dia kemudian membuka ranselnya, membuka handphonenya itu, bunyi nada LINE terdengar. “tidak, pacarku kali ini memberi aku stiker ini!!” dia memperlihatkan aku. “apa? Mengapa dia marah?? Atau jangan-jangan dia itu, tahu kau kemari!!” cetusku, “pulanglah, aku tak apa, urus dulu itu Selly” lanjutku.
Dia menatapku sebentar lalu berdiri, “ aku percaya kau pasti bisa” kemudian pergi serentak dari kamarku. Apa mungkin aku bisa?? Kembali menjadi pengagum Joy, yang dimana sekarang ini tak dapat terbayangkan sama sekali keadaanya dan dimana dia. “bagaimana? Apa kau bisa??” tak berapa lama dari kepulangan Erik, ibu datang. “aku tak mau pergi, bu. Aku ingin memegang amanat baik ini untuk Joy” kataku lirih. Ibu, mulai duduk di dekatku. Terlihat seperti berpikir hendak berkata apa, “kau sungguh, sungguh? Otakmu itu pasti tak bakalan sekuat ucapanmu. Kau ini bodoh, apa kau ini bodoh juga dalam hal seperti ini” kemudian dia keluar dari kamar.
Bodoh apanya, ingin berbuat baik dibilang bodoh. Memang harus menjadi baik itu pintar, bodoh pun bisa berbuat baik. Ibu memang selalu begitu, mencari benar sendiri. Tanpa memikirkan aku, anaknya. “aku memang harus menyelesaikannya” aku terus memandang layar handphoneku, melihat obrolan LINE antara aku dan Joy dulu. “kau seharusnya pergi, lihat Joy cintamu itu, telah hancur. Apa kau juga ingin hancur seperti dia. Kau pasti akan malu” kata diriku yang berwarna merah gelap di kiri, “tidak, kau harus seperti ini. Teruslah memegang tangannya. Dia, dia adalah orang yang kau cinta bukan? Tak seharusnya kau memihak sih Dia,” kata diriku yang berwarna putih di kanan seraya menunjuk sih Merah yang sangat kesal kepadanya. “hey, apa-apaan kau ini. Bukankah kita sepakat, kita harus sportif? Sebenarnya aku ataukah kau yang jahat. Kenapa kau curang?? Dasar!!!” kemudian si merah mencekik si putih.
“hentikan!!!! Pergi kalian, pergi…” teriakku, yang seketika cekikan itu terhenti lalu mereka menghilang begitu saja. “ada apa aku ini? Apa yang harus aku lakukan” tubuhku dihempaskan ke ranjang, ingin rasanya keadaan ini tak pernah ada di jalan diriku. Mungkin jika aku mengobrol sedikit dengan kak Eza itu akan lebih baik, “kak, bagaiaman keadaan Joy?? Apakah baik??” tanyaku, tak lama dari itu kak Eza membalas LINE, “Songgi!! Kau tak usah khawatir mengenai keadaanya, dia baik secara fisik kali ini” untuk menutup obrolan singkat itu, aku mengirimnya stiker Brown.
Matahari telah menampakan dirinya di timur sana, tak terasa sudah empat minggu ini aku tak memiliki teman curhat kecuali kak Eza itu sendiri, Erik mana mungkin ingin pacarnya itu terus mengomel karena aku, pacarnya memang menyebalkan tapi entah kenapa Erik mau saja dengannya. Ataukah karena kecantikannya saja, otaknya sih masih di bawahku. “Songgi!! Sarapan cepat turun” kata ibu keras, “iya, sedikit lagi juga selesai” aku turun dari tangga yang terkahir. Tak kusangka, siapa yang berada di bangku makanku itu?
“cepat, kenapa melongo seperti itu??” kata ibu, “hai Songgi!!! Selamat pagi” katanya seraya tersenyum manis kepadaku. Aku kembali menegukan ludah hingga terdengar dari telingaku sendiri. Kak Eza, kenapa dia kemari?? Aku terus memandanginya tanpa mengedipkan satu kali saja. Sungguh tak dapat dipercaya. “kenapa kak Eza kemari??” tanyaku agak gugup. Dan, alhasil dia malah kembali menampakan senyuman manisnya itu kepadaku. “itu kata Joy sendiri” sungguh aku tak bisa berkedip, entah karena takut kehilangan bayangan ini atau apalah.
“cepat masuk, jangan sampai Joy tak bahagia jika kau tak masuk!! Cepat!” katanya seraya membukaan pintu mobil yang mewah itu kepadaku. “apa kakak sungguh-sungguh?? Aku, menaiki ini” kak Eza seperti kehilangan kesabarannya, dia menarik lenganku dan memasukanku serentak. “pak, jalan!!” perintahnya. Aku bakalan menjadi artis dadakan di sekolah kalau begini caranya. Ah, mataku ini tak bisa menghindar dari wajah tampan aktor itu. Matanya itu sangat dalam dan membuat hatiku sangat tenang.
“apa yang kau lakukan??” katanya menjawab tatapanku, “ah, tidak. Aku hanya melihat warung-warung di samping kak Eza saja” warung? Memang wajah kak Eza hampir mirip dengan warung atau gimana? Ah, mulutku ini asal ucap saja. Tak dapat diperhitungkan sama sekali. LINE, nada itu terdengar dari handphonenya secara tiba-tiba. Dia, melihat layarnya seperti melihat hal yang serius saja, “Songgi, maaf. Apa kau bisa berjalan dari sini ke sekolahmu??” Tanyanya “ah, tentu  bisa. Lagian, itu sudah menjadi kebiasaanku” memang sedikit kecewa dengan ini, mimpi ini kembali dibangunkan, atau mungkinkah ibu yang kembali memukulku. “maaf, kak. Memang ada apa yah??” tanyaku canggung. 
“saya sekarang ini memiliki jadwal syuting, saya lupa malahan” seketika pintu mobil otomatis itu terbuka dengan sendirinya, “sampai jumpa!!” kataku di tepi jalan yang terlihat baru akan ramai. Huh! Ini memang sedikit menyebalkan, masa seorang puteri sepertiku ini diturunkan di tepi jalan begini. Bahkan, jikalau tadi terjadi. Akan seperti apakah para triangle sok belagu di sekolah itu. “padahal akan seru jika kak Eza tak ditelfun tadi!!” kataku seraya menendang-nendang batu yang tak kunjung menjauh. Dan, Pukk!!! Lemparan yang sangat jauh di cetak olehku sendiri. Tapi, kacau, lemparan batu yang membuatku geram itu. Mengenai kepala seorang lelaki paruh baya.
“sial!! Siapa yang melempar ini?? Kau!!! Dasar, kurang ajar sekali kau!!!” lelaki itu melihatku dan mengejar pelarianku yang kian aku usahakan cepat. “aduhhh, mengapa seceroboh ini!!” “hey, kau!! Sini!!” Wuih!! Dia, sampai mencopot sepasang sandalnya. Berlari mengejarku. Betapa sialnya aku ini. LINEE nada itu terdengar dari saku kiriku. “aduuhhh, ibuuu. Bagaimana ini??? Dia, masih mengejarku begini” sudah cukup banyak aku mengusap keringat di jidat. Perempatan, benar disana aku harus menghindar. “semoga dia tidak melihatku disini. Ya tuhan, tolong lindungilah aku, ibu aku ingin melihatmu disini” di balik sedan hitamlah aku berada. Menggantungkan bagaimana jadi hidup hari ini.
            Karena kusangka ini adalah hal yang tepat untuk membuka pesan LINE, aku lekas membukanya. Tertulis dari kak Eza, “aku ingin berbicara denganmu. Sepulang sekolah nanti kita bertemu di kafe daerah serpong” katanya disana, ditambah dengan sebuah stiker dari LINE Bubble 2, “hah!! Hidupku ini bak mimpi saja!! Senangnya aku!!” dimana, tengah merasa bahagia. Tak kusangka sedan itu bergerak, benda besar bermukim keadaan baikku kian bergerak dan berjalan, berjalan hingga ragaku ini telah ditemukan sekejap oleh bapak itu. “ah, kau ada disana. Sudah kuduga,” “pak, maafkan aku! saya minta maaf, pak!” saya hingga membungkukan kepala.
            “apa kau ini sudah gila. Melempar ini!! Eh, benda semacam ini” salah mengambil benda, sekilas dia lekas mengambil batu di sampingku agar repotasinya tak turun. “kau ini gadis yang menyebalkan, lihat!! Anak SMA yang nakal, pasti tak memilki seorang pacar pun” mengapa dia sampai membicarakan itu?? Aku hanya menganggukan kepala agar lelaki itu berhenti mengoceh. “aku ini pacarnya, maaf bapak!!” tiba-tiba dia datang. Dia, datang mengakui sesuatu yang sangat gila jika para wartawan mengetahuinya. “maaf, bapak!! Saya atas nama dirinya memohon maaf. Dia tak sengaja melakukannya” setelah itu, lelaki paruh baya yang menyebalkan itu pergi, menekukan wajah kesal tak terduga.
            “kak?? Kak Eza??” “mengapa kau disini?? Sudah jam berapa sekarang?” ocehnya, sungguh meski bapak itu pergi tapi kak Eza pun sama. Sama berisiknya, baru aku sadar. Setelah pergi dari sana, lekas kita pergi ke sekolahku. “ingat! Kau harus pandai disini. Kasihan ibumu banting tulang mencari nafkah” aku membalasnya dengan menganggukan kepala. Beberapa menit, dia pergi. “berangkat dengan siapa kau?? Mobilnya terlihat sangat mewah” kata salah seorang murid tiba-tiba muncul dari belakang, “sungguh kau ingin tahu? Jangan sampai kau jatuh sakit jika kau mendengarnya nanti” setelah itu aku pergi meninggalkannya melamunkan seseorang yang mengantarku tadi.
            “Songgi!!!Songgiiii!!” teriak seseorang dari kejauhan, yang berlari kian mendekat dengan poni simpang limanya yang belagu. “songgi!! Apakah sudah ada kabar?? Dari Joy itu sendiri?” lanjutnya, aku menggelengkan kepala. “belagaknya kau ini tidak terlalu khawatir yah, dengan keadaan pacarmu sendiri” aku tersenyum mendengarnya, aku justru sebaliknya di dalam Erik. “siapa yang mengantarmu tadi? Mobilnya sangat mewah, kau seperti puteri setelah turun!!” aku kembali tersenyum tersapu malu, tertawa sinis tak karuan jikalau aku mengatakannya. “hey, mengapa kau tak menjawabku!! Kemari kau!!” aku lekas pergi ke kelas setelah usai berbangga hati.
            Sepulang sekolah, pukul 13.00 WIB, aku telah berada disana. Di tempat janji yang dia harapkan. “hey, apa kau sudah lama menungguku??” tiba-tiba suara itu berada di telinga kananku, dia muncul begitu saja. “ah, tidak! Baru aku sampai” tak begitu serius terlihatnya kataku tadi, wajah kak Eza melihat minumanku yang dimana ada dua buah gelas besar di atas meja. “oh, begitu” cetusnya keheranan terus memandang dua buah gelas bekasku. “mengapa kau mengajaku kemari kak??” tanyaku, dia terlihat memikirkan pertanyaanku tadi. Hening, tak biasanya terjadi padaku dan dia. Ah atau jangan-jangan,,
            “aku ingin menyatakan cinta padamu, songgi!! Aku benar-benar cinta padamu, apa kau mau tuan puteri!!!” katanya menunjukan cincin kepaku sebagai bukti cintanya. “ah, tentu saja. Pangeranku!!” jawabku dengan senang hati, malu. Kemudian, dia memasukan cincin itu ke jari kananku. Masuk dan, yah!! Tapi, apa yang terjadi. Setelah beberapa detik, cincin ini terasa gatal, gatal sekali. Sungguh sangat gatal. “Ada apa songgi!!” terianya, aku terus menggarukan jariku ke tepi meja. Tapi, rasa gatal ini kian menjadi-jadi. “kak, sangat gatal. Sangat gatal, gatal. Aduuhhhh!!!” teriaku, hingga seisi kafe itu pun melihatku keheranan.
            “songgi!! Songgi, apa kau baik-baik saja!!” katanya keras namun halus, membangunkan lamunanku. “ah, iya. Benar. Aku baik!! Hmmm” jawabku malu, “tapi, mengapa kau menggarukan jarimu ke begitu kerasnya. Lihat! Memerah seketika!” aduh, akibat yang serius ini, jari putihku langsung memerah gelap karena lamunan konyolku tadi. “songgi!! Aku harap kau jangan risau mendengarnya” “risau? Memang ada apa? Hingga aku akan risau” aku tersenyum kepadanya, tapi sayang. Dia tak membalasku sepeti biasa. Padahalkan aku berharap itu.
            “Joy, meninggalkan kita, songgi!! Joy, meninggalkan kita!!” katanya terlihat bersedih, aku menghentikan roti di mulut setelah mendengarnya. Tak dapat, berkata apa-apa. Bekulah tubuhku kali ini. Mataku tak sama sekali mengedip, lebih dari saat pertama melihat kak Eza di rumahku. Mungkin, jika dilihat aku seperti patung konyol yang tengah memakan sepotong roti bolu. Kak Eza, masih menundukan kepalanya, menangis di hati. “apah!! Joy,,,” kataku dengan mulut yang terisi penuh dengan roti, Ohok!Ohok!ohok!! aku tersendak begitu saja, “songgi, apa yang..” belum lanjut mengatakannya, “mba, satu air putih,” dia langsung memesan minuman,”kak, es teh aja kak! Lebih seger” kataku, “es teh saja mbak”
            Setelah beberapa detik, minuman itu diantarkan. Gluk!gluk!gluk “apa? Joy!!! Tidk , ini tidak mungkin, kan??” aku tak percaya dengan semua ini, ini hanya tipuan kak Eza saja. “dia bunuh diri, karena merasa tak ada hidup lagi. Dia melakukan semua itu di penjaranya, songgi!! Dia, menuliskan surat ini, untukmu” aku menerima suratnya, lekas aku baca.






Setetes demi setetes, surat itu basah karena air mataku. Sakit sekali, sakit ditinggal begini. Mengapa dia melakukan semua ini. “esok, dia akan disemayamkan. Aku akan menghubungimu lagi” kak Eza pergi meninggalkanku disana. Terlihat matanya juga memerah, nampak seperti aku ini. Aku seperti tak memilki semangat hidup lagi. Tak ada harapan. Inginnya aku menusulnya, menusulnya pergi jauh seperti ini. Tapi, itu tak diharapkannya disini, di surat ini. “joy, apa yang kau lakukan. Apa kau sudah gila!!” aku menangis keras disana.
Sepulang dari sana, aku tak menghiraukan ibu yang bertanya-tanya mengapa aku menangis seperti ini. “Songgi, ibu telah berkemas. Jadi, esok kita akan pergi..” belum lanjut, aku berkata “ke makam,” setelah itu aku naik ke atas tak menghiraukan kebingungannya. “ke makam? Memang kita ini pocong atau gimana?? Rumah kita justru lebih baik dari pada makam, mungkin dia khawatir dengan ini” aku menghempaskan tubuhku disana, merasa tak menyanka semua ini terjadi pada kekasihnya itu.
Tubuhku serasa lemas tak karuan, dari di kejar orang tua, jariku yang memerah dan satu hal yang sangat begitulah penting, ini. “ibu, tisu…” teriakku. “tisu?? Memang?? Baik, nanti ibu bawakan ke atas”  dak, duk, dak, duk. Derap langkah ibu terdengar, dan ceklek, ibu membuka pintu. “mana, tisunya ibu?? Taruh di lantai saja!!” kataku bersembunyi di balik selimut tebal, mencoba tak memperlihatkan mata lebamku kepadanya. “hey, kau ini bagaimana?? Kau sakit?? Mengapa memakai itu pada terik matahari begini” omelnya, lalu pergi. Beginilah ibu, kadang menyebalkan namun baiknya tak terkira.
Kuraih tisu yang berada di lantai, namun tak dapat. Ah, kubuka selimut ini. “hah? Kau kenapa??” kata seseorang di belakangku. “ibu?? Bukankah pintu itu menutup!!” “mengapa dengan matamu, kau terlihat seperti kera coklat. Apa ada yang terjadi hari ini??” Tanya keheranan terus memandang sepasang mataku ini. Aku tak dapat menceritakannya, aku sungguh tak kuasa mengatakannya. “itu, bu. Anu, Joy!!” ibu hanya menganggukan kepala, masih curiga denganku. “Joy, bu. Joy, pergi” aku menangis keras setelah itu. “heh! Hentikan, berisik. Memang Joy itu kabur dari penjara?? Pergi kemana”  “pergi ke pasar bu. Beli udang sama nasi lemak khas Malaysia, itu makanan kesukaannya” kataku menjawab, “apah?? Hanya itu kau menangisinya, kau ini sudah gila!!” setelah itu ibu pergi dari kamarku, sungguh dia telah pergi dari sini.
Aku masih memikirkannya, LINE nada itu keras terdengar. “dimana?? Dia?? Dimana handpohnenya!! Hey,,” aku membongar bantal-bantal selimut aku bongkar semua, hingga kamarku ini terlihat seperti kapal yang telah terkena badai dari laut pasifik sana. “ternyata disini, mengapa kau sembunyi!!” tepat di kolonglah aku menemukannya, tergeletak tak berdaya. Tertulis, pesan dari kak Eza. Klik, lihat. “esok akan disemayamkan di blok E jalan garuda, tak jauh dari rumahnya. Aku tunggu disana” tak biasanya kak Eza mengirim pesan tak berstiker. “blok E?? apa aku sanggup melihatnya untuk terakhir kalinya??” air mataku tak henti-hentinya menetes. Memerahlah mataku kali ini.
Pukul 14.00 WIB, aku lekas berkemas. “kita bersama kesana, okeh!!” kata Erik tiba-tiba mengikuti jalan cepatku. “tapi,, bagaimana pacarmu? Apa kau ingin aku di buli lagi olehnya. Meski satu menit saja” dia tak menghirauan kataku tadi, malah dia langsung menarik lenganku. “kita tak punya banyak waktu untuk membahas itu” katanya. Aku tak bisa apa-apa lagi, hanya mengikuti saja saran atau apalah tadi darinya. Sampai, sampai sudah aku disana. Penuh orang berduka, memakai hitam-hitam, tangis keras pun terdengar dari sana. Yang tak lain dari ibu Joy itu sendiri. “kakak dimana sekarang??” aku mengirim pesan kepadanya. Tapi, setelah beberapa detik aku menunggu, belum juga dibacanya. “Songgi!! Kau sungguh tak apa??” Erik berseru kepadaku. “ah, aku hanya menangis biasa. Memangnya tak boleh!!” kataku sedikit pelan. LINE, suara keras itu terdengar. Hingga para tamu pelayat itu keheranan denganku. “maaf, maaf pak.. hehe”
“aku masih di tengah kerumunan. Kau, temui aku disamping mobilku. Akan kujemput segera” katanya disini. “aduuh, Songgi!! Kau ini memalukan saja” aku tak menggubrisnya, aku lekas mencari dimana mobil mewah silver itu. Tepat di balik pohon mangga yang besar, disanalah aku menemukanya. “kakak, aku sudah disana” baru saja aku mengirimnya. Tiba-tiba, seseorang menepuk pundakku dari belakang. “aku disini Songgi!!” apa?? Dia?? Kaget setengah hidup, benar-benar. Dia? “akulah Joy!! Songgi, aku mencintaimu. Sampai jumpa!!” aku tak dapat mengatakan sesuatu, tubuhku terasa sangat kaku sekali saat melihat Joy. “Joy?? Kau kah itu?? Joyy..” lirihku. Tapi, lama-kelamaan dia menghilang bagai tersapu angin kecang. “Joyy,, jangan tinggalkan aku. Joyyy. Tidak! Tidak, tidak Joy. Tidak!! Jangan!!”
“apa kau baik??” katanya, dengan melihatku terduduk penuh tangisan. Disanalah aku melihat sepatu hitam yang amat kinclong tepat di depan siku kakiku. “bangunlah! Kau tak seharunya begini” dia membangunkan tubuhku, “kak Eza?? Joy!!” “Joy?? Ingat, ingat Songgi! Dia sudah tak terlihat lagi di dunia ini!” aku kembali menangis. Tak lama dari itu, tiba-tiba kak Eza memeluku erat. “kak Eza, aku tahu. Kau pasti kuat dengan semua hal ini. Jadi, berhentilah menangis. Joy, dia pasti tak menyukai itu” barulah aku menyadarinya, “benar, dulu katanya dia suka melihatku tersenyum. Katanya juga, senyumku ini menenangkannya” kataku seraya melepas pelukan itu.
“Songgi!!” Erik tiba-tiba mendekat kemari, “hhaah??? Eza??? Apah?? Kau dan dia??” Erik sangat kaget melihatnya berada dekat denganku. “Songgi, mengapa kau tak memberitahu begini. Eza? Selama ini yang dekat denganmu??”aku menjawabnya dengan anggukan. Berusaha tetap tersenyum. “tapi, tenang. Dia hanya kakaku saja. Bukan lebih dari kakak” jelasku pada orang heran itu. “benarkah?? Jikalau begitu. bolehkan aku menjadi temanmu kak Eza??” katanya bahagia. Kak Eza pun tersenyum melihat anak konyol itu. Nampak begitu bahagia, tapi lain di dalamnya.
Sepulang dari sana, dari makam Joy. Terlihat truk besar derada di depan rumahku. “apa yang ibumu lakukan Songgi!!” Tanya kak Eza keheranan. Setelah terbuka pintu otomatis itu, aku langsung mencari ibu yang entah dimana raganya. “ibu, apa yang ibu lakukan dengan barang-barang ini??” ibu tak menggubrisku sama sekali, “iya, pak. yang itu juga dibawa. Itu, itu dan itu” katany menujuk beberapa benda besar sepeti almari jam dinding. “ibu, jawab aku. ada apa ini bu?? Ah, ibu masih menginginkan kepindahan kita? Iya bu?? Jawab bu!!” teriaku seraya menangis. “hey, apa yang kau tangisi itu. Memalukan sekali” kata ibu yang mondar-mandir membawa satu per satu piring antic almari. “Joy, bu. Joy meninggal. Dan pindah bu? Pindah??” belum sampai di luar rumah, ibu berhenti dan  Prang!!! Piring cantik itu pecah begitu saja. “apa yang kau katakana, hah?? Joy??” aku hanya menganggukan kepala. Ibu melamun,
“ini bu, saya bawakan nasi lemak. Enak khusus untuk ibu!!” kata Joy dulu seraya tersenyum manis kepada ibu. “ah, nak Joy itu baik sekali. Ya, nanti ibu makan dengan puas hati” jawab ibu meringai. Ibu sadar, sadar dari lamunannya. Dan kembali bertanya kepadaku, “Songgi, Joy???” dia kembali melamun, agaknya mengenang senyuman Joy dulu kepadanya. “mengapa kau tak member tahuku sebelumnya, hah!! Joy, anak baik itu??” ibu terduduk, menagis di lantai merasa bersalah, “dasar, songgi! Dasar kamu, anak nakal. Beraninya kau menipu ibu seperti kemarin” “maafkan aku bu. Ibu yang menyebalkan, aku terpaksa” aku memeluk ibu erat. Terlihat dari pagar rumah, kak Eza masih berdiri disana. Melihat keadaan di dalam ruangan.
“maafkan aku kak” kak Eza kembali tersenyum. “mengapa kau mengatakan itu, kau tak bersalah dalam hal ini” katanya, kemudian memegang tanganku “kau harus semangat menghadapi ini semua. Janganlah kau berputus asa. Ingat pesan Joy dalam surat itu. Suatu hari nanti kakak percaya, kau akan mendapatkan sosok Joy kembali di hidupmu,” senyumnya menenangkanku. Beberapa menit setelah itu, dia pergi. Kian menjauhlah mobilnya. Benar, hidup ini harus dijaga baik-baik. Agar hidup ini terasa indah, meski tak seindah yang kita bayangkan. Aku terus melambaikan tangan kepada mobil mewah itu, “gomawo nal mannaseo Joy. Aku akan selalu mengenangmu dalam hidupku”, tiba-tiba muncul ibu yang dimana mengikutiku lambaikan tangan untuknya.
“kita? Pindah??” kata ibu, “udara disini masih bagus, bu. Aku ke kamar dulu. Jangan lupa buatkan Songgi juga nasi Lemak yah bu” aku tak menggubris pertanyaan konyol itu lagi. Aku masuk seketika. “baiklah. Akan kucoba menganggap kita telah pindah”

●●●●●

Comments

Popular posts from this blog

MAKANAN KHAS DAERAH AJIBARANG

Hay, sobat. Welcome to my Incredible Blog. Kali ini aku mau kasih list nih buat kamu yang kepo dan cari referensi. Salah satu makanan Khas  daerah Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Untuk yang tertarik bisa mampir.. No. Nama Pangan Daerah Jenis Makanan/Minuman Deskripsi Makanan/Minuman 1. Kampel (Kupat Goreng) Makanan Sejenis makanan khas yang banyak diminati. Terbuat dari kupat dan irisan tahu maupun dages yang dibalut dengan adonan tepung yang gurih jika digoreng. Makanan yang cocok disajikan dalam kondisi dingin jika kampel masih terasa panas. Gurihnya semakin menjadi saat dipadukan dengan sambal hijau untuk dicolek maupun ditambah diantara kupat dan irisan tahu atau dages tadi. 2. Ranjem Makanan Makanan yang berasal dari ampas tahu ini menjadi salah satu makanan khas daerah Ajibarang. Makanan ini cocok dimakan saat masih han

BIOGRAFI SINGKAT SUHUD SASTRO KUSUMO

Haloo guys, kali ini saya akan update tentang biografi lagi nih. Kalian mungkin saja tak asing lagi dengan tokoh ini. Beliau adalah pencari tiang saat detik detik akan adanya pembacaan proklamasi Indonesia di rumah Soekarno. Let's check it Out !! Salah satu momen penting peristiwa proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, selain pembacaan proklamasi adalah penggibaran bendera merah putih. Salah satu pelaku sejarah pengibaran bendera merah putih adalah Soehoed (baca: Suhud) disamping Latif Hendraningrat. Bernama lengkap Suhud Sastro Kusumo fotonya tampak jelas bercelana pendek saat peristiwa itu. Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara RI Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum menulis peristiwa tersebut dalam tulisan berjudul “Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945” : “Acara, dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang dua mete

Materi Seni Budaya Kelas X: Seni Rupa 3 Dimensi

Buat Kamu yang gak paham dengan materi penjelasan guru di sekolahmu, baca nih artikel yang udah saya susun rapih dan cetar membahana. Rangkuman untuk para pelajar SMA tuh. Cekidottt ><     1.     Pengertian Karya 3 Dimensi Seni rupa tiga dimensi adalah seni rupa yang memerlukan ruang, karena mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tebal. Karena seni rupa tiga dimensi tidak mempunyai bidang datar dan tidak datar, sehingga penempatannya berdiri lepas artinya tidak tergantung pada dinding sebagai dasarnya, sebagai contohnya patung, seni bangunan, (arsitektur) dan seni terapan misalnya perabotan rumah tangga.    2.     Fungsi Karya 3 Dimensi Dilihat dari fungsinya karya seni rupa tiga dimensi dibedakan menjadi karya yang memiliki fungsi pakai (seni rupa terapan - applied art) dan karya seni rupa yang hanya memiliki fungsi ekspresi saja (seni rupa murni-pure art). Perbedaan fungsi ditentukan oleh tujuan pembuatannya. Karya seni rupa sebagai benda pakai yang memiliki fu